Rabu, 11 Februari 2009

GuernicaGuernica

1

Monica Danuwiria baru saja membelokkan Peugeot 406-nya ke arah jembatan Pasupati saat telepon genggamnya berbunyi, menandakan sebuah pesan pendek masuk. Dengan tangan kirinya, Monica membuka pesan itu dan membacanya; dari Jorge Ramos:

Terjadi pembunuhan di Museum Queen Sofia, tiga penjaga tewas, dan Manuel Reina juga tewas tergorok. Guernica, hilang. Namaku dan namamu disebut-sebut. Aku sedang menghilang dulu. Kamu bersiaplah untuk lari!

Mona –panggilan gadis berwajah campuran Asia-Eropa itu-- hampir saja kehilangan konsentrasi menyetirnya gara-gara membaca pesan itu। Jorge Ramos, pria kelahiran Bilbao yang bekerja di Madrid Global, baru saja seminggu lalu ditinggalkannya. Ramos menemani Mona menyusuri jalanan Madrid setelah tujuan utamanya ke ibukota Spanyol itu terpenuhi. Mona memang sengaja datang ke Madrid hanya untuk melihat secara langsung Guernica, salah satu masterpiece Pablo Picasso yang tergantung di salah satu dinding Museum Ratu Sofia, untuk keperluan desertasinya.

Bagaimana Mona tidak terkejut, ada tiga berita ‘mengerikan’ yang dikirim Ramos itu। Pertama, Manuel Reina, kurator yang menemaninya dan Ramos melihat-lihat Guernica tewas dengan cara mengerikan; dibunuh dengan cara digorok. Kedua, Guernica, lukisan yang telah memaksa Mona jauh-jauh terbang ke belahan dunia lain itu menghilang. Dan ketiga, ia dan Ramos disebut-sebut terlibat dalam semua rangkaian persitiwa itu!


Mona segera membalas sms itu:

Apa maksudmu, nama kita disebut-sebut?

Mona mempercepat laju mobilnya. Di perempatan Cihampelas, ia membawa mobilnya turun. Saat mobilnya berbelok ke arah Sukajadi, telpon genggamnya berbunyi. Sms lagi. Dengan hati berdebar, Mona segera membacanya. Dan Mona merutuk keras. Sms itu bukan dari Ramos seperti yang diharapkannya, tapi sebuah pesan dari Reno, pria Jakarta yang sejak pertemuannya dua bulan yang lalu di Jakarta, selalu mengiriminya pesan-pesan yang tidak penting dan kadang sangat menyebalkan seperti saat itu:

Hai, apa kabar. Lg ngapain? Kpn ke Jkt?

Kalau saja lelaki itu ada di dekatnya, ingin rasanya Mona melemparkan benda mungil buatan Korea itu ke wajahnya. Tapi tentu saja ia takkan melakukannya saat ini. Bukan saja karena teringat harga barang itu yang lumayan, tapi juga karena saat itu ia sangat membutuhkannya. Ia menunggu penjelasan lebih lanjut dari Ramos tentang kabar yang mengejutkan itu.
Mona meletakkan kembali telpon genggamnya di dashboard, sementara konsentrasinya kembali ke jalanan yang mulai ramai। Mendadak Mona menjadi bimbang. Niatnya semula kembali ke rumahnya di Setra Duta. Tapi dengan berita itu, ia merasa harus menghentikan mobilnya untuk sekadar menenangkan diri. Maka, Monapun membelokkan mobilnya ke halaman parkir Paris Van Java, sebuah kawasan belanja di jalan Sukajadi. Mona lalu masuk ke dalam sebuah kafe dan memesan secangkir capucino.

Saat menunggu pesanannya tiba, telepon genggamnya kembali berbunyi. Kali ini bukan penanda pesan masuk, tapi telpon. Mona buru-buru meraih benda kecil yang tadi diletakkannya di meja, dan melirik kea rah layarnya.
Sialan! Bathin Mona।

Telpon itu dari Reno!
Kenapa dia selalu mengganggu pada saat yang tidak tepat!
Bahkan bagi Mona, tak ada waktu yang tepat bagi lelaki itu pada hari biasa sekalipun. Apalagi pada saat seperti itu! Mona pun memencet tanda telpon merah. Tepat sesaat setelah itu, sebuah sms masuk. Kali ini benar-benar dari Ramos. Mona segera bisa melupakan kekesalannya pada Reno.

Penjaga yang tidak bertugas memberi keterangan, orang terakhir yang menemui Reina adalah kita, dan seorang penjaga bersaksi kita adalah orang terakhir yang melihat Guernica bersamanya. Maaf, aku mulai merasa telponku dipantau polisi. Aku akan menghubungimu dengan cara lain. Segera.

Mona menghela nafas. Saat pesanan capucinonya datang, Mona teringat sesuatu. Ia segera mengeluarkan laptopnya dari dalam tas, lalu mulai mencari-cari informasi lewat internet.
*****